Kemajuan teknologi membuat penggunaan kertas dalam berbagai aktivitas semakin menurun, termasuk dalam hal kontrak atau transaksi bisnis. Hal ini didorong semakin banyak pelaku usaha yang beralih ke perangkat digital dan menggunakan jaringan internet dalam melakukan bisnisnya sehari-hari.
Meski demikian, keamanan dan legalitas transaksi bisnis secara digital harus tetap terlindungi. Salah satunya melalui penggunaan meterai (bea meterai). Jika pada transaksi konvensional digunakan meterai biasa, ketika transaksi dilakukan di jaringan internet, e-meterai (meterai elektronik) menjadi solusi.
Meterai elektronik adalah meterai berbentuk digital yang fungsinya sama dengan meterai fisik. Perbedaannya, e-meterai digunakan untuk dokumen elektronik. Bagi pelaku usaha, fungsinya sangat penting untuk kepastian, jaminan keaslian dan keabsahan dokumen. Sementara bagi pemerintah, penggunaan e-meterai yang semakin terbuka di masa depan sangat potensial dalam meningkatkan penerimaan negara.
Sebagaimana diketahui, bea meterai, tentunya juga e-meterai, dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dokumen yang bersifat perdata sangat luas, meliputi surat perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Selain itu, ada juga akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya juga termasuk dokumen yang bersifat perdata. Demikian pula surat berharga dengan nama dan bentuk apa pun, dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan bentuk apa pun serta dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
Dokumen bersifat perdata berikutnya adalah dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp5 juta yang menyebutkan penerimaan uang dan dokumen yang berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Secara hukum, keabsahan e-meterai didasarkan pada Undang Undang No. 11 Tahun 2008 (UU ITE) dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Dengan demikian, kedudukan dokumen elektronik disamakan dengan dokumen kertas.
Ketentuan tentang e-meterai pun sama dengan regulasi meterai fisik, yakni diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Pada regulasi ini dijelaskan perluasan definisi dokumen yang menjadi objek bea meterai, yaitu tidak hanya dokumen fisik saja tetapi juga dokumen dalam bentuk elektronik.
Dalam praktiknya, e-meterai dikenal sebagai tanda tangan elektronik yang tertera dan dibubuhkan pada dokumen elektronik yang telah final. Dalam proses ini, tidak ada perubahan apa pun dalam dokumen, prosesnya hanya berupa pembubuhan e-Meterai. Terintegrasi dalam layanan VIDA, pemanfaatan VIDA Sign e-Meterai sangat praktis untuk menunjang kelancaran bisnis. Dokumen pun lebih aman karena seperti halnya tanda tangan elektronik, e-Meterai berfungsi mengamankan dokumen sehingga memiliki sifat nirsangkal, serta memiliki audit trail yang mencatat setiap kegiatan yang dilakukan terhadap dokumen tersebut.